Info Penting
Jumat, 26 Jul 2024
  • Memilih untuk tidak menentukan pilihan adalah keputusan yang harus diakui sebagai HAK ASASI setiap individu merdeka
  • Memilih untuk tidak menentukan pilihan adalah keputusan yang harus diakui sebagai HAK ASASI setiap individu merdeka
10 Maret 2023

Pangan Ramah Iklim untuk Kehidupan yang Berkelanjutan

Jum, 10 Maret 2023 Dibaca 25x Uncategorized
Terjadinya perubahan iklim dan cuaca yang semakin tidak beraturan (anomali) dan banyak menimbulkan bencana alam, badai, banjir yang semakin parah dan lama surut, kekeringan yang semakin panjang saat musim kemarau, mencairnya es di kutub dan naiknya permukaan air laut (rob) semakin sangat sering terjadi. Belakangan waktu, dunia menyebutnya krisis iklim. Para pihak menengarai hal ini akibat kerusakan lingkungan yang semakin parah. Penebangan hutan secara liar dan tidak terkendali, penggunaan gas freon dan pestisida kimia secara berlebihan, pencemaran udara oleh pabrik maupun kendaraan bermotor, penggunaan plastik dan benda lain yang sulit terurai dalam tanah dan berbagai tindakan atau prilaku tidak peduli kepada lingkungan yang dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar. Naiknya suhu di permukaan laut maupun daratan bisa menyebabkan sulitnya terbentuk awan pembawa hujan, sehingga musim hujan atau kemarau tidak lagi bisa diprediksi secara tepat. Banyaknya material atau partikel kimia yang tidak dapat terurai dalam tanah, juga menyebabkan kualitas dan daya dukung lahan menurun drastis, sementara kerusakan hutan yang semakin parah memicu terjadinya banjir dan longsor pada musim hujan dan kesulitan air atau kekeringan pada musim kemarau. Penggunaan pestisida dan bahan kimia beracun lainnya telah menyebabkan matinya jutaan bahkan milyaran mikro organisme dalam tanah, sehingga proses pelapukan material organik (dekomposisi) dalam tanah juga terhambat, ini menyebabkan tingkat kesuburan tanah semakin menurun dari waktu ke waktu. Dampak dari perubahan iklim ini akhirnya dirasakan oleh semua sektor kehidupan, namun dampak terbesar sangat dirasakan di sektor pertanian. Menurunnya kualitas, kesuburan dan daya dukung lahan, menyebabkan produktivitas hasil pertanian juga ikut menurun, begitu juga dengan ketersediaan air yang semakin terbatas dan kualitasnya pun semakin menurun, juga menjadi penyebab terus anjloknya produksi pertanian. Demikian data dan fakta panjang tentang anomali iklim dan dampaknya yang terungkap dalam seminar dengan “Pangan Ramah Iklim untuk Kehidupan yang Berkelanjutan”, Taman Kolam Alam Sibayak, Desa Tangkahan Durian, Kec. Brandan Barat, Kab. Langkat, tanggal 07 Maret 2023, sebagai salah satu dari rangkaian kegiatan Expo Pangan Sehat dan Sarasehan ke 35 di usia ke 37 tahun Yayasan BITRA Indonesia yang diselenggarakan 7 hingga 8 Maret 2023. Mengutip dan menelisik angka-angka yang disajikan Badan Pusat Statistik (BPS) Langkat melalui publikasi Indikator Ekonomi Kabupaten Langkat 2022, sangat mengejutkan ketika kita temukan produksi tanaman pangan yang sangat menurun, bahkan hingga lebih 50% (separuh) antara tahun 2020 hingga 2021, dengan luas lahan yang tetap, tidak ada/nihil pergerakan luas lahan (0%). Komoditas tanaman pangan yang mengalami penurunan paling besar adalah padi sawah mencapai 57,27 persen atau sebesar 214.628 ton dari tahun 2020 ke 2021. Selain itu, kontribusi kedua penurunan paling besar adalah komoditas jagung yang mencapai 89,96 persen atau sebesar 65.599 ton dari tahun 2020. Masih menurut BPS Langkat, penurunan terjadi karena kesuburan atau unsur hara tanah sudah sangat miskin, anomali iklim (cuaca) tidak kondusif, benih unggul, pupuk, suplai air, serangan hama penyakit dan pengelolaan pasca panen.

Tabel luas tanam tanaman pangan kabupaten Langkat menurut jenis tanaman, tahun 2020 ─ 2021 (dalam hektar)

Sumber: Indikator Ekonomi Kabupaten Langkat 2022, BPS Lamgkat.

Produksi tanaman pangan menurut jenis tanaman di kabupaten Langkat, tahun 2020 – 2021 (dalam ton)

Sumber: Indikator Ekonomi Kabupaten Langkat 2022, BPS Lamgkat.
Atas keprihatinan tersebut, Yayasan BITRA Indonesia kali ini menyelenggarakan Sarasehan ke 35 di kabupaten Langkat. BITRA terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pangan organik daya lenting masyarakat (mitigasi) dari dampak perubahan iklim di pedesaan. Dampingan  lama dan baru BITRA yang sampai saat ini telah berjumlah sekitar lebih dari 500 kelompok, berada di 11 kabupaten/kota di Sumatera Utara menunjukkan BITRA terus berkomitmen mengembangkan isu kemandirian dan keberlanjutan inisiatif untuk pangan sehat dan perubahan iklim masyarakat pedesaan yang dipahami dan dilakukan oleh kelompok masyarakat dampingan di pedesaan. Pada sarasehan ke 35 Yayasan BITRA Indonesia, tentu memiliki tantangan dan keberhasilan maupun kendala yang cukup kompleks. Belum lagi di tengah pandemi Covid-19, upaya untuk menginternalisasikan perubahan dari konvensional ke organik bukanlah perkara yang cepat dan mudah. Sebagai salah satu bentuk dari penerapan visi-misi dan nilai-nilai BITRA adalah dengan melawan ketidakadilan akibat pembangunan baik terjadi di bidang pertanian dan pedesaan yang sudah jauh dari upaya untuk menyeimbangkan dengan alam dan keberlangsungan kehidupan manusia. “Meskipun telah tertuang dalam mekanisme internal berbagai upaya untuk melakukan pembaharuan kerja-kerja BITRA untuk mendorong kemandirian masyarakat, akan tetapi sangat diperlukan ruang lebih luas dan secara bersama untuk terus melakukan evaluasi dan sinkronisasi pada kerja-kerja BITRA yang lebih inovatif dan menyesuaikan dengan visi-misi, nilai-nilai BITRA dan tantangan alam, seperti krisis iklim sekarang ini dan tantangan zaman seperti digitalisasi dalam segala bidang, termasuk pertanian. Sarasehan merupakan pertemuan tahunan BITRA dengan kelompok masyarakat dampingan dan stake holdernya, yang menjadi media penting dalam melakukan masukan untuk mendorong perubahan dan kerja-kerja BITRA adalah sarasehan sebagai musyawarah tahunan BITRA bersama seluruh stake holdernya. Sarasehan sempat tertunda 2 tahun tidak dilakukan karena pandemi Covid-19 melanda Indonesia beberapa minggu pasca dilakukannya sarasehan ke 34 di Desa Said Buttu Saribu, Pematang Sidamanik, Simalungun bulan Maret 2019 lalu.” Kata Rusdiana, Direktur Pelaksana Yayasan BITRA Indonesia, panjang lebar.
Bupati Langkat H. Syah Afandin, SH, membubuhkan tanda tangan perdana di atas kanvas deklarasi keadilan iklim, dari masyarakat pedesaan Sumatera Utara menggugat keadilan iklim kepada masyarakat dunia.
“Sarasehan tahun ini, BITRA melakukannya dengan sekaligus menyelenggarakan expo (pameran) pangan sehat yang mengambil tema tentang, “Pangan Ramah Iklim untuk Kehidupan yang Berkelanjutan” dan lomba pidato atau orasi dengan 3 tema, yakni; Pangan Sehat dan Pertanian Organik, Lingkungan dan Perubahan Iklim dan Ekonomi dan Perempuan, karena sarasehan juga sekalian memperingati hari perempuan se-dunia yang jatuh pada tanggal 8 Maret 2023. Pas dengan tanggal sarasehan yang diselenggarakan pada 7 – 8 Maret 2023 di Kelurahan Tangkahan Durian, Kec. Brandan Barat, Kabupaten Langkat, maka dilakukan juga deklarasi “Perempuan Sumatera Utara Menuntut Keadilan Iklim”. Acara dibuka oleh Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Langkat, H. Syah Afandin SH. Pada akhir acara akan dilakukan deklarasi keadilan iklim, dari masyarakat pedesaan Langkat menggugat keadilan iklim untuk masyarakat dunia.” Terang Quadi Azam, Ketua Panitia Sarasehan 35 BITRA Indonesia.
Bupati Langkat, H. Syah Afandin, SH (kedua dari kanan) bersama Dra. Rusdiana Adi (kanan), Direktur BITRA Indonesia, berbincang sesaat sebelum membukan kegiatan.
“Yayasan BITRA Indonesia terus berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah guna memberikan edukasi dan inovasi bagi masyarakat pedesaan di Sumatera Utara sehingga maju dan sejahtera. Sarasehan ini juga dilakukan sebagai tempat bertukar pikiran, mendapatkan pengetahuan baru bari peserta lain yang datang dari tempat/kabupaten berbeda dan saling belajar, satu sama lainnya.” Pungkas Diana. (Icn/Isw)

Artikel Lainnya

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar